Intervensi kasus stunting terus dilakukan oleh Pemerintah Kota Tarakan, dan salah satunya dengan melibatkan pihak swasta melalui program CSR. Saat ini, tingkat stunting di Tarakan mencapai 14,6% dari populasi, namun diharapkan bisa turun di bawah 14% pada akhir 2024.
Bustan, selaku Penjabat (Pj) Wali Kota Tarakan, aktif melakukan monitoring terhadap penanganan stunting di berbagai posyandu, seperti di Kelurahan Mamburungan Timur dan Kampung Satu Skip. Melalui kegiatan tersebut, diharapkan program pemberian makanan tambahan kepada balita dapat berjalan dengan lancar.
“Saat ini kami sedang fokus pada intervensi stunting. Di posyandu, kami melakukan pendataan, pengukuran tinggi badan dan lingkar kepala, serta pemberian makanan tambahan kepada balita. Kementerian Kominfo juga turut memantau kegiatan intervensi stunting yang dilakukan Pemkot Tarakan,” ungkap Bustan pada Kamis pagi.
Bustan juga menegaskan komitmen dari pihaknya dalam menciptakan program-program di berbagai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) guna menurunkan angka stunting, sesuai dengan arahan dari presiden dan menteri dalam negeri.
“Penanganan stunting menjadi salah satu dari 10 program kerja Pj wali kota. Kami berusaha keras untuk menurunkan angka stunting melalui kolaborasi lintas perangkat daerah, termasuk dalam penganggaran dari APBD dan kerjasama dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, pemerintah pusat, serta masyarakat,” jelas Bustan.
Tarakan Timur, khususnya di Kelurahan Pantai Amal, merupakan daerah dengan tingkat stunting yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan oleh migrasi penduduk ke kawasan tersebut, yang menjadi sentra budidaya rumput laut.
“Kami terus melakukan upaya pencegahan dan penurunan angka stunting, meskipun tidak semua balita terdata secara resmi. Penting bagi kita untuk bekerja sama antar instansi dan masyarakat dalam menangani masalah stunting ini,” tambahnya.
Peran swasta juga sangat penting dalam membantu menangani stunting, terutama melalui program CSR. Contohnya, di Kelurahan Mamburungan, peternak ayam petelur memberikan ayam yang tidak produktif ke posyandu untuk diolah menjadi makanan bergizi untuk balita.
“Setiap kelurahan diminta untuk berinovasi dalam penanggulangan stunting. Kami berharap pembiayaan penanganan stunting tidak hanya berasal dari APBD, namun juga melalui program-program CSR,” pungkasnya.