Ancaman perang baru di Timur Tengah semakin meningkat dengan ketegangan antara Israel dan Hizbullah Lebanon. Pejabat Israel mengancam akan meningkatkan serangan mereka, sementara Hizbullah siap menanggapi tantangan tersebut. “Kita bisa membuat Lebanon terperosok ke dalam kegelapan dan menghancurkan Hizbullah dalam hitungan hari,” kata Benny Gantz, mantan anggota kabinet perang Israel. Namun, menghancurkan kekuatan militer Hizbullah bukanlah tugas yang mudah.
Ketegangan antara Israel dan Lebanon telah berlangsung sejak tahun 2006. Israel memiliki rencana untuk melakukan pertandingan ulang, tetapi Hizbullah juga telah siap untuk peperangan. Hizbullah dilaporkan memiliki persenjataan yang termasuk 150.000 rudal dan roket, dengan ribuan sudah ditembakkan sejak Oktober 2023.
Hizbullah juga memiliki 40.000 hingga 50.000 pejuang yang sangat terlatih dan disiplin, banyak di antaranya telah bertempur di Suriah. Lebanon memiliki kedalaman strategis dengan akses langsung ke Iran melalui Suriah dan Irak.
Meskipun Israel sering menyerang Suriah untuk menghalangi pengiriman senjata ke Hizbullah, beberapa serangan tidak berhasil sepenuhnya. Dalam situasi perang penuh, kedua belah pihak akan menderita kerugian yang signifikan.
Israel tidak hanya berhadapan dengan Hizbullah saja, tetapi juga dengan aktor non-negara lain di wilayah tersebut seperti Hamas, Jihad Islam, Houthi, serta kelompok milisi di Irak dan Suriah, yang semuanya memiliki kepentingan melawan AS dan Barat.
Jerman, Swedia, Kuwait, Belanda, dan negara-negara lain telah menyarankan warga mereka untuk meninggalkan Lebanon menyusul meningkatnya ketegangan. Kesepakatan dengan AS memberikan jaminan dukungan bagi Israel dalam situasi konflik dengan Hizbullah.
Ketegangan di perbatasan Lebanon-Israel telah naik selama beberapa minggu terakhir, dengan retorika panas dari kedua pihak. Meskipun perang tampak mungkin terjadi, harapan damai tetap merupakan prioritas tertinggi bagi masyarakat di Timur Tengah.